Latihan Menulis Cerpen
Posted on 07.19 | By Campus Literacy Movement | In Cerpen
“Kursi Roda di Selasar Kampus”
“Ah! Muak aku dengan teori yang kau muntahkan dari mulut yang tak mengenal inferioritas! Juga kalian yang dungu dibodohi!! Ah!!” Keluh Raisya pada kursi roda yang ia kayuh menyusuri ruang-ruang lengang di kampus usai meditasi rutinnya di perpustakaan.
Sudah cukup lama ia berkuliah di kampus berlantai 4 tanpa lift dan bersama kursi roda kesayangannya itu. Raisya dan kursi rodanya memang sudah menjadi kesatuan, tepat seperti kesatuan antara daging dan kulit yang menutupinya, seperti dosen dan mahasiswa yang dungu menurut Raisya, dan seperti teori bersama realitas yang menjelaskannya…. [Muhammad Iqbal]
“Hujan”
Prakiraan cuaca di pagi hari memang tak pernah ku hiraukan, hingga berlalunya pagi menjelang siang hari yang menandakan cerahnya sinar matahari. Dari situ aku berargumen bahwa cuaca akan sesuai dengan arah pikiranku, keinginan dan moodku hari ini.
Sesuai dengan yang ku harapkan, sore itu bergegas aku dengan segalan persiapan yang ada, keluar dari persinggahan dan meluncur ke tujuan tanpa melenceng sedikitpun pikiranku tentang tempat drama itu... [Nurul Amalia]
“Titik”
Aku membuka laci tua dengan hati-hati, teringat pesan nenek inah kemarin, “Jangan membuka laci di loteng! Pamali!” tegasnya. Tapi aku penasaran. Lalu tampaklah foto usang, nuansa jaman dahulu. Aku mengusapnya perlahan, namun tiba-tiba aku terseret dalam labirin waktu. Kini, aku berada di sebuah ruangan sepi, seperti suasana kampus tapi sepi. Lalu tiba-tiba aku mendengar teriakan histeris dari lantai atas. Aku berlari ke arahnya mencoba mencari sumber suara itu. Melewati loroong-lorong ruang kampus bercat putih dengan warna yang mulai kusam. Aku mulai lelah berlari dan berhenti di ujung kelas. Seseorang menangis di dalam ruangan. Aku menghampirinya, tangannya berdarah, di sampingnya silet berkilau dengan darah. Dia mencoba bunuh diri. Aku terperanjat, mencoba meminta bantuan orang lain, namun ia menoleh padaku. Wajahnya sangat aku kenal!! Aku berlari ketakutan dengan keringat mulai membanjiri tubuh. Itu wajahku!!!.... [Ajeng Sya’bani Miawati]
“”
“Lo daftar di mana aja san?” pertanyaan Lia membuyarkan lamunanku di sore itu. “Gw pengen daftar di UGM Li, tapi buat sementara ini gw baru daftar di PMDK UIN.” Itu perbincanganku dan Lia sekitar 2 tahun yang lalu. Kini, aku benar-benar menjadi mahasiswa UIN Syahid dengan jurusan Psikologi, menembus jalur PMDK. Dan seperti inilah rutinitasku sebagai mahasiswa, kuliah, kajian, diskusi, organisasi, tugas. Bergulat dengan waktu untuk mencari sebuah kemenangan yang menjadi kebutuhan dan kewajiban yang harus ku pegang. Walau merelealisasikan kemenangan tak semudah berkata…. [Shuzanny Sefriza]
“”
Aku berlari di pinggir jalan besar, panas dan berdebu. Keringat, ah, aku tak peduli, aku melompati genangan air, hup! Aku masih berlari membawa tas di pundakku, juga beberapa buku dan lembara-lembara foto kopi mata kuliah. Melihat jam dari LCD HP, gawat! Aku sudah terlambat 10 menit, 5 menit lagi, tidaaak…!!! Karena hari ini mata kuliah penting, dan bila aku telat 15 menit namaku tidak akan tercantum dalam absen. Sialnya aku sudah dua kali tidak masuk absen. Oh, tidak! Aku berdoa dalam hati, memohon dengan sangat agar dosenku terlambat hadir. Mataku disipitkan agar aku bisa melihat lebih jelas, sambil menggigit bibir bawahku, nafasku yang terus memburu, aku tahan, dan aku masih berlari, berlari sambil menahan tangis. Lalu salahkah aku yang telat hanya 17 menit seperti minggu lalu? Aku terlambat masuk, karena jalanan begitu padat, yang entah kenapa ada perbaikan jalan, 15 km di depan kampusku, tapi begitu padat hingga 2 km jaraknya. Mengapa tidak ada toleransi padaku, padahal di kelas justru aku yang dapat aktif dengan dosenku itu. Salahkah aku yang telat karena semalam membaca materi tambahannya, dibanding teman yang lain datang lagi, namun belum membaca... [Naila Natasia]
“”
Seperti biasa hari ini aku datang ke kampus, dengan tas ranselku yang selalu ada di punggungku, sepatu ketsku yang menamaniku ke manapu aku melangkahkah kaki di kampus ini, serta map berharga yang senantiasa aku dekap kemanapun aku pergi.
Jika kedatanganku di kampus ini seperti hal yang biasa, maka aku menemukan sesuatu yang seperti tidak biasa, kalimat banyak orang di loby. Awalnya aku pikir, “mungkin pada ga diabsen” tapi nyatanya bukan hanya teman-temanku, tapi juga angkatan di bawahku semester 5, 3, 1. Ku langkahkan kaki menuju tangga, tapi sejenak ku berhenti, karena aku mendengar suara “gaduh” entahlah yang tidak terdefinisi olehku suara apa itu, ya semacam suara-suara riang bergembira, “ayo..!!”.
Seketika itu juga aku urungakan niat untuk melangkah kaki di tangga, ku berbalik arah ke kanan menuju halaman tengan di mana aku mendengar sumber suara itu, dan suara-suara itu semakin menjadi heboh… aku sempat berpikir, ah mungkinkah ada pergulatan? Tapi sesuatu di pikiraku segera menyangkal itu, tudak mungkin itu terjadi di kampus ini, lalu apa ya? Aku semaki penasaran..
Kemudian di tengah kerumunan ku lihat seseorang berdiri di atas meja (meja dosen), dengan membawa-bawa seperti spanduk dan atribut-atribut aneh yang tidak aku mengerti.. orang itu berbalik ke arahku, dan aku sangat terkejut, “Muti I love U”... [Mutiara Pertiwi]
Kamis, 17 Des 09
copyright @CLM
Comments (0)
Posting Komentar