Hari Ibu

Posted on 10.16 | By Campus Literacy Movement | In


Hari Ibu

Ajeng Sya‘bani Miawati

Kenapa hari ibu dirayakan pada tanggal 22 desember di setiap tahun? dan kenapa harus ada hari ibu??

Sebenarnya tiap negara merayakan hari ibu di waktu yang berbeda-beda. di Roma, misalnya perayaan diadakan mulai tanggal 15-18 maret. orang romawi kuno juga memiliki hari besar lain yang disebut Matronalia, sebagai peringatan dewi Juno di mana hari itu para ibu-ibu diberikan hadiah. Sedangkan di Amerika, perayaan hari ibu jatuh pada minggu kedua bulan mei, karena pada tanggal itu pada tahun 1870 aktivis sosial Julia Ward Howe mencanangkan pentingnya perempuan bersatu melawan perang saudara.

Di indonesia sendiri, hari ibu lahir dari hasil Konggres Perempuan Indonesia I 22-25 desember 1928 di Yogyakarta, di gedung yang kemudian dikenal sebagai Mandala bhakti Wanita tama di Jalan Adisucipto. Dihadiri sekitar 30 organisasi perempuan dari 12 kota di jawa dan sumatera. Hasil dari kongres tersebut salah satunya adalah membentuk Kongres Perempuan yang kini dikenal sebagai kongres wanita Indonesia (kowani). Organisasi perempuan sendiri sudah ada sejak 1912, diilhami oleh perjuangan para pahlawan wanita abad ke-19 seperti Christina Tiahahu, Cut Nyak Dhien, Cut Mutia , R.A.Kartini, Walanda Maramis , Dewi Sartika, Nyai Ahmad Dahlan, Rangkayo Rasuna Said, Laksamana Malahayati dan lain-lain. Tahun 1959, Presiden Soekarno menetapkan 22 Desember sebagai Hari Ibu melalui Dekrit Presiden Nomor 316 Tahun 1959.

Maka melihat sejarahnya hari ibu di Indonesia bukanlah ajang memanjakan para ibu yang telah melahirkan, merawat anak-anaknya. Tetapi lebih pada peran perempuan dalam mencapai kemerdekaan Indonesia. Namun bukan pula kita tak boleh memarayakan hari ibu. Kareana sebenarnya hari ibu bias kita peringati kapan saja sebagai kewajiban kita sebagai anak terhadap orangtua. Mungkin sekrang saatnya kita berpikir, apa kita telah menjadi anak yang baik untuk ibunda kita tercinta??

Resensi

Posted on 07.36 | By Campus Literacy Movement | In

Resensi

Judul : The Art of Loving

Penulis :Erich Fromm

Penerbit :Fresh Book

Tahun :VI, Januari 2005

Tebal : 218 halaman

Apakah cinta itu seni? Ataukah hanya sebentuk perasaan menyenangkan yang dialami secara kebetulan saja, sesuatu yang membuat kita tercebur ke dalamnya jika sedang beruntung??

Cinta adalah sebuah seni, yang harus dimengerti dan diperjuangkan… Dalam masalah cinta, kebanyakan orang pertama-tama melihatnya sebagai persoalan ‘dicintai’ ketimbang ‘mencintai’ atau kemampuan mencintai. Hal kedua yang mendasari sikap aneh masyarakat sekarang dalam soal cinta adalah anggapan bahwa cinta adalah persoalan ‘obyek’ bukan persoalan ‘kemampuan’.

The Art of Loving adalah buku yang membahas tentang cinta, teori, obyek dan aplikasi. Di antara banyak referensi tentang cinta, buku karangan Erich Fromm ini lebih sering menjadi referensi utama psikologi ketika ingin membahas tema tentang cinta. Erich Fromm adalah seorang Psikoanalis yang banyak menaruh perhatian pada karakter sosial masyarakat modern.

Erich Fromm mengulas tentang hakikat cinta dengan bahasa yang teoritis tetapi substantif dan sangat mudah dipahami. Menurutnya, setiap teori tentang cinta harus dimulai dengan teori tentang manusia, tentang eksistensi manusia. Dan salah satu eskistensi tersebut adalah bahwa manusia mempunyai kehidupan yang sadar akan dirinya. Manusia memiliki kesadaran akan dirinya, akan diri sesamanya, akan masa silam, serta kemungkinan-kemungkinan masa depannya. Manusia juga mempunyai kesadaran akan jangka hidupnya yang pendek, akan fakta bahwa ia dilahirkan diluar kemauannya dan akan mati diluar keinginannya. Juga kesadaran bahwa dia akan mati mendahului orang-orang yang dicintai atau mereka yang dia cintailah yang akan mendahuluinya.

Setelah mengulas teori tentang cinta, Erich Fromm kemudian menjabarkan obyek-obyek cinta yang berbeda yang ada pada manusia, yaitu: Cinta persaudaraan, cinta keibuan, cinta erotik, cinta diri dan cinta Tuhan. Cinta persaudaraan berbeda dengan cinta keibuan, begitu juga berbeda dengan cinta erotik, diri atau Tuhan.

Inilah yang menarik dari pembahasan psikologi tentang cinta oleh Erich Fromm. Ia tidak mengeneralkan pemahaman tentang cinta, tetapi mengkalisifikasikannya berdasarkan obyek yang mana mempunyai arti berbeda pada masing-masing obyek. Cinta persaudaraan adalah cinta pada sesama manusia, cinta keibuan adalah cinta ibu pada anaknya, cinta diri adalah cinta pada diri sendiri; dan sebagainya. Sementara elemen-elemen cinta menurut Fromm adalah yakni perhatian, tanggungjawab, penghargaan serta pemahaman.

Dalam buku setebal 218 halaman ini, Fromm juga mengutip pendapat tokoh-tokoh besar tentang cinta, seperti Karl Marx, Jalaludin Rumi, Sigmund Freud dan Spinoza. Tetapi selain mengutip pendapatnya tentu Fromm juga mengutarakan kritiknya atas pendapat tokoh-tokoh tersebut yang menurutnya kurang tepat. Menurut Karl Marx cinta adalah kekuatan yang menghasilkan cinta, dan impotensi adalah ketidakmampuan untuk menghasilkan cinta.

Referensi utama tentang Cinta yang diulas dalam Psikologi! Wajib baca!!

Cerpen

Posted on 07.31 | By Campus Literacy Movement | In



Catatan Kajian Literasi Kamis, 17 Des 09 tentang “Menulis Cerpen”:

1. Hal pertama yang perlu diperhatikan dalam menulis cerpen adalah menentukan gagasan utama cerita yang akan ditulis

2. Menentukan judul tidak harus selalu diawal, bisa saja judul kita temukan diakhir. Karena yang terpenting adalah menentukan ide utama cerita tersebut.

3. Tidak ada ketentuan dalam menentukan kalimat awal dalam cerpen, bisa diawali dengan dialog, deskripsi peran atau tempat, atau prolog singkat. Tapi ini menjadi hal penting, karena kalimat2 awal cerita bisa menjadi penetua apakah pembaca akan melanjutkan membaca atau tidak, jadi harus dibuat semenarik mungkin.

4. Daya tarik cerpen terletak dalam konflik yang kita buat, jadi tentu hal-hal biasa yang ‘tidak memiliki konflik’ tidak akan menjadi cerita yang menarik untuk dinikmati orang lain.

5. Menuliskan cerita memerlukan deskripsi. Yaitu menggambarkan suasana, perasaan, tempat atau lingkungan secara detail dan jelas, sehingga pembaca dapat larut dalam cerita yang kita buat dan tentu dapat membayangkannya.

6. Perlu diperhatikan juga untuk menggukan metafora, yaitu kiasan sebagai tambahan daya tarik cerpen.

7. Apa pelajaran dari cerita yang kita buat? Kita perlu membuat garis besar tentang ‘hikmah’ atau kesimpulan dari cerita yang dibuat. Sebuah cerita dibuat tentu karena memiliki pelajaran tertentu..

8. Mulailah menulis!


Latihan Menulis Cerpen

Posted on 07.19 | By Campus Literacy Movement | In

Kursi Roda di Selasar Kampus”

Ah! Muak aku dengan teori yang kau muntahkan dari mulut yang tak mengenal inferioritas! Juga kalian yang dungu dibodohi!! Ah!!” Keluh Raisya pada kursi roda yang ia kayuh menyusuri ruang-ruang lengang di kampus usai meditasi rutinnya di perpustakaan.

Sudah cukup lama ia berkuliah di kampus berlantai 4 tanpa lift dan bersama kursi roda kesayangannya itu. Raisya dan kursi rodanya memang sudah menjadi kesatuan, tepat seperti kesatuan antara daging dan kulit yang menutupinya, seperti dosen dan mahasiswa yang dungu menurut Raisya, dan seperti teori bersama realitas yang menjelaskannya…. [Muhammad Iqbal]


Hujan”

Prakiraan cuaca di pagi hari memang tak pernah ku hiraukan, hingga berlalunya pagi menjelang siang hari yang menandakan cerahnya sinar matahari. Dari situ aku berargumen bahwa cuaca akan sesuai dengan arah pikiranku, keinginan dan moodku hari ini.

Sesuai dengan yang ku harapkan, sore itu bergegas aku dengan segalan persiapan yang ada, keluar dari persinggahan dan meluncur ke tujuan tanpa melenceng sedikitpun pikiranku tentang tempat drama itu... [Nurul Amalia]


Titik”

Aku membuka laci tua dengan hati-hati, teringat pesan nenek inah kemarin, “Jangan membuka laci di loteng! Pamali!” tegasnya. Tapi aku penasaran. Lalu tampaklah foto usang, nuansa jaman dahulu. Aku mengusapnya perlahan, namun tiba-tiba aku terseret dalam labirin waktu. Kini, aku berada di sebuah ruangan sepi, seperti suasana kampus tapi sepi. Lalu tiba-tiba aku mendengar teriakan histeris dari lantai atas. Aku berlari ke arahnya mencoba mencari sumber suara itu. Melewati loroong-lorong ruang kampus bercat putih dengan warna yang mulai kusam. Aku mulai lelah berlari dan berhenti di ujung kelas. Seseorang menangis di dalam ruangan. Aku menghampirinya, tangannya berdarah, di sampingnya silet berkilau dengan darah. Dia mencoba bunuh diri. Aku terperanjat, mencoba meminta bantuan orang lain, namun ia menoleh padaku. Wajahnya sangat aku kenal!! Aku berlari ketakutan dengan keringat mulai membanjiri tubuh. Itu wajahku!!!.... [Ajeng Sya’bani Miawati]

“”

Lo daftar di mana aja san?” pertanyaan Lia membuyarkan lamunanku di sore itu. “Gw pengen daftar di UGM Li, tapi buat sementara ini gw baru daftar di PMDK UIN.” Itu perbincanganku dan Lia sekitar 2 tahun yang lalu. Kini, aku benar-benar menjadi mahasiswa UIN Syahid dengan jurusan Psikologi, menembus jalur PMDK. Dan seperti inilah rutinitasku sebagai mahasiswa, kuliah, kajian, diskusi, organisasi, tugas. Bergulat dengan waktu untuk mencari sebuah kemenangan yang menjadi kebutuhan dan kewajiban yang harus ku pegang. Walau merelealisasikan kemenangan tak semudah berkata…. [Shuzanny Sefriza]

“”

Aku berlari di pinggir jalan besar, panas dan berdebu. Keringat, ah, aku tak peduli, aku melompati genangan air, hup! Aku masih berlari membawa tas di pundakku, juga beberapa buku dan lembara-lembara foto kopi mata kuliah. Melihat jam dari LCD HP, gawat! Aku sudah terlambat 10 menit, 5 menit lagi, tidaaak…!!! Karena hari ini mata kuliah penting, dan bila aku telat 15 menit namaku tidak akan tercantum dalam absen. Sialnya aku sudah dua kali tidak masuk absen. Oh, tidak! Aku berdoa dalam hati, memohon dengan sangat agar dosenku terlambat hadir. Mataku disipitkan agar aku bisa melihat lebih jelas, sambil menggigit bibir bawahku, nafasku yang terus memburu, aku tahan, dan aku masih berlari, berlari sambil menahan tangis. Lalu salahkah aku yang telat hanya 17 menit seperti minggu lalu? Aku terlambat masuk, karena jalanan begitu padat, yang entah kenapa ada perbaikan jalan, 15 km di depan kampusku, tapi begitu padat hingga 2 km jaraknya. Mengapa tidak ada toleransi padaku, padahal di kelas justru aku yang dapat aktif dengan dosenku itu. Salahkah aku yang telat karena semalam membaca materi tambahannya, dibanding teman yang lain datang lagi, namun belum membaca... [Naila Natasia]


“”

Seperti biasa hari ini aku datang ke kampus, dengan tas ranselku yang selalu ada di punggungku, sepatu ketsku yang menamaniku ke manapu aku melangkahkah kaki di kampus ini, serta map berharga yang senantiasa aku dekap kemanapun aku pergi.

Jika kedatanganku di kampus ini seperti hal yang biasa, maka aku menemukan sesuatu yang seperti tidak biasa, kalimat banyak orang di loby. Awalnya aku pikir, “mungkin pada ga diabsen” tapi nyatanya bukan hanya teman-temanku, tapi juga angkatan di bawahku semester 5, 3, 1. Ku langkahkan kaki menuju tangga, tapi sejenak ku berhenti, karena aku mendengar suara “gaduh” entahlah yang tidak terdefinisi olehku suara apa itu, ya semacam suara-suara riang bergembira, “ayo..!!”.

Seketika itu juga aku urungakan niat untuk melangkah kaki di tangga, ku berbalik arah ke kanan menuju halaman tengan di mana aku mendengar sumber suara itu, dan suara-suara itu semakin menjadi heboh… aku sempat berpikir, ah mungkinkah ada pergulatan? Tapi sesuatu di pikiraku segera menyangkal itu, tudak mungkin itu terjadi di kampus ini, lalu apa ya? Aku semaki penasaran..

Kemudian di tengah kerumunan ku lihat seseorang berdiri di atas meja (meja dosen), dengan membawa-bawa seperti spanduk dan atribut-atribut aneh yang tidak aku mengerti.. orang itu berbalik ke arahku, dan aku sangat terkejut, “Muti I love U”... [Mutiara Pertiwi]


Kamis, 17 Des 09

copyright @CLM